Tokoh Utama Film Dirty Vote Pendukung Pemakzulan Presiden Jokowi? Simak Pernyataannya Berikut Ini

- 12 Februari 2024, 10:32 WIB
Poster film Dirty Vote (kiri) dan ilustrasi Jokowi (kanan).
Poster film Dirty Vote (kiri) dan ilustrasi Jokowi (kanan). /Kolase foto X @idbaruid dan Pikiran Rakyat/Fian Afandi/

PR JABAR - Film dokumenter Dirty Vote menjadi trending topic di media sosial X seiring kehadirannya di masa tenang Pemilu 2024. Salah satu tokoh utama dari film tersebut adalah Bivitri Susanti, seorang pakar Hukum Tata Negara, yang menyerukan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam keterangannya di akhir bulan lalu, Bivitri Susanti menilai Jokowi sudah memenuhi unsur untuk dimakzulkan menyusul kontroversi ucapan Jokowi tentang presiden boleh kampanye dan memihak dalam Pemilu 2024.

"Itu adalah alasan yang sahih untuk sebuah proses pemakzulan, karena ini merupakan perbuatan tercela," ujar dosen di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera.

Bivitri menilai ucapan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh memihak serta berkampanye dalam pemilu menjadi alasan sahih pemakzulan presiden. Ia menilai ucapan tersebut perbuatan tercela yang merupakan salah satu syarat pemakzulan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945 tentang syarat-syarat pemberhentian presiden.

Perbuatan tercela presiden tersebut, lanjut dia, tidak dinilai secara personal, melainkan dalam konteks jabatan presiden. Dikatakan, keberpihakan presiden dan menteri dalam pemilu akan berdampak buruk kepada demokrasi. Menurut dia, keberpihakan presiden merupakan bahaya dari nepotisme yang selama ini digaungkan.

Profil Bivitri Susanti, Sosok Ahli Hukum Tata Negara yang Muncul di Film Dirty Vote
Profil Bivitri Susanti, Sosok Ahli Hukum Tata Negara yang Muncul di Film Dirty Vote YouTube/Dirty Vote


Bivitri menyatakan, ide pemakzulan terhadap Presiden Jokowi merupakan upaya bagus karena terlibat dalam kampanye pemilihan presiden 2024. “Peluang pemakzulan sangat layak dilanjutkan,” katanya.

Ia mengatakan, DPR bisa menggunakan hak angket dan interpelasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2015. Hak itu dimiliki DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Meski begitu, ia mengatakan upaya pemakzulan memiliki proses yang diatur dalam UU. Terutama bukti yang konkret dan dinyatakan secara terbuka oleh presiden Jokowi sebagai alasan pemakzulan.

“Isunya harus riil, bisa dibuktikan, dan erat kaitannya dengan Jokowi sendiri sebagai presiden,” kata Bivitri.

Tokoh utama Dirty Vote lainnya, Feri Amsari menilai pemakzulan Presiden RI Jokowi bisa dilakukan dan sesuai konstitusi sebagai respons wacana pemakzulan presiden yang digulirkan Petisi 100.

Profil Feri Amsari yang Muncul di Film Dirty Vote
Profil Feri Amsari yang Muncul di Film Dirty Vote YouTube/Dirty Vote


Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas ini menyatakan, presiden bisa dimakzulkan jika memenuhi kriteria melanggar hukum seperti suap, korupsi, mengkhianati negara, tindak pidana berat, dan melakukan perbuatan tercela (misdemeanor).

Hal tersebut, lanjut dia, termuat dalam konstitusi UUD 1945. "Apakah tindakan-tindakan presiden bisa dianggap sebagai perbuatan tercela? Tentu harus melalui proses. Dan proses itu tidak dilarang dalam konstitusi," katanya.

Jika dilakukan, ia mengatakan, proses pemakzulan akan melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. Namun prosesnya tergantung dengan kemauan politik yang ada.

"Sepanjang Presiden oleh masyarakat melalui DPR dianggap melakukan pelanggaran hukum dan tidak memenuhi syarat, maka dia dapat diajukan pemberhentian di tengah jalan," katanya.

Terkait hal itu, Feri menilai sudah ada banyak bukti untuk memproses pemakzulan Jokowi. Titik masuk gugatan itu bisa dari pernyataan terbuka Jokowi bahwa ia akan "cawe-cawe" dalam proses transisi kepemimpinan di Indonesia.

Baca Juga: Siapa Zainal Arifin Mochtar? ini Profil Lengkap Sosok Ahli Hukum Tata Negara yang Muncul di Film Dirty Vote

Tokoh utama di film dokumenter Dirty Vote terakhir, Zainal Arifin Mochtar justru berpandangan berbeda.  Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) ini justru khawatir usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang digaungkan baru-baru ini, akan merusak Pemilu 2024.

“Yang kita khawatirkan bukan realitas hukumnya atau ketatanegaraannya, tetapi realitas politiknya. Karena kemudian mungkin jadi dipakai dalam kondisi tertentu untuk merusak pemilunya dan itu lebih bahaya,” ujarnya pada pertengahan bulan lalu.

Sehubungan hal itu, ia lebih mengingatkan agar usulan pemakzulan tersebut dilakukan dengan perhitungan yang matang. Meskipun, kata dia, pemakzulan dan pemilu adalah dua hal yang berbeda.

Pernyataan soal Presiden dan Menteri boleh berkampanye tersebut pun sebenarnya sudah diklarifikasi Jokowi. Ia menyatakan bahwa dirinya hanya mengungkapkan apa yang ada dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Meski diperbolehkan oleh undang-undang, Presiden Jokowi menyatakan dirinya tidak berniat untuk berkampanye. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan tugasnya sebagai Presiden, yang akan berahir di tahun ini.***

Editor: H. D. Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah