MAPPI Gandeng Kemenparekraf dan Kemenkeu Sosialisasikan SPI untuk Penilaian Kekayaan Intelektual

- 8 Mei 2024, 19:35 WIB
Sosialisasi Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 - Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Penjaminan Utang, di Gedung Keuangan Negara (GKN) Bandung, Jl. Asia Afrika No. 114, Cikawao, Kec. Lengkong, Rabu, 8 Mei 2024./IST
Sosialisasi Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 - Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Penjaminan Utang, di Gedung Keuangan Negara (GKN) Bandung, Jl. Asia Afrika No. 114, Cikawao, Kec. Lengkong, Rabu, 8 Mei 2024./IST /

PR JABAR - Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar sosialisasi Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 - Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Penjaminan Utang.

Sosialisasi berlangsung di Gedung Keuangan Negara (GKN) Bandung, Jl. Asia Afrika No. 114, Cikawao, Kec. Lengkong, Rabu, 8 Mei 2024.

Hadir sebanyak 120 orang perwakilan Kemenparekraf, Kemenkeu, Kemenko Perekonomian, Kemenkumham, BRIN, OJK, LMKN, Perbankan, Perbanas, Akademisi, MAPPI, dan KJPP.

Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (KPSPI MAPPI), Hamid Yusuf menuturkan, SPI 321 yang telah disusun bukan hanya masalah yang berhubungan dengan kekayaan intelektual saja, tapi lebih luas dari itu.

"Jadi setiap ada orang yang mau ngambil kredit ke bank, perlu agunan, yang menentukan nilai agunannya supaya berapa jumlah kredit yang diberikan itu ditentukan oleh penilai. Jadi penilai itu ada di sektor private, penilai publik, lalu ada penilai internal bank," jelasnya.

Selain penjaminan utang, SPI 321 juga untuk membantu pihak-pihak dari sektor ekonomi menengah ke bawah, yang dikenal sebagai ekonomi yang membangun basis kreativitas untuk bisa menggerakkan perekonimian keluarga.

Hal tersebut diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bagaimana mendukung pendanaan mereka tanpa perlu adanya jaminan.

"Disitulah terlibatnya yang namanya penilaian. Itulah yang kami susun dan itu sesuatu yang sudah biasa di luar, karena ini sesuatu yang sekarang di dunia sedang dibangun, kenapa? Karena yang kita jadikan objek bukan tanah bangunan ini, tapi sesuatu yang tidak berwujud tadi, hak seseorang yang disitu ada potensi ekonominya," paparnya.

"Standar ini coba menjawab itu, hampir lebih dari satu tahun sejak 2021 itu sudah mulai kita coba susun. Selanjutnya harus melalui tahap pembahasan, dan akhirnya pada awal bulan ini (Mei), kita sudah tetapkan. Ini menjadi standar yang berlaku bagi seluruh praktisi penilai di seluruh Indonesia. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada penilai," lanjut Hamid.

Halaman:

Editor: Lucky ML


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah