Kawasan Sunda di Zaman Es Jadi Tempat Terhangat, Pendiri Situs Gunung Padang Berbagi Tempat dengan Pemburu

9 Januari 2024, 16:44 WIB
Gunung Padang. /Pixabay

PR JABAR - Zaman es adalah masa istimewa ketika dunia sangat berbeda. Saat itu, 20.000 tahun yag lalu, dunia tidak tampak sama seperti sekarang. Pulau Jawa bukanlah pulau melainkan bagian paling selatan benua Asia Tenggara yang luas. Benua yang disebut ahli geologi sebagai kawasan Sunda.

Hal itu disampikan Graham Hancock, seorang jurnalis yang berkeliling dunia demi memburu bukti keberadaan berbagai peradaban misterius yang telah hilang dari Zaman Es silam pada saluran Netflix.

Selama zaman es berakhir, menurutnya, permukaan laut sekitar 120 meter lebih rendah dari saat ini. Yang saat ini menjadi Laut Jawa, sebenarnya hamparan tanah besar yang meluas dari dataran utama Asia.

Kawasan Sunda alias Sundalnad meliputi area sekitar 1.800.000 kilometer persergi atau sekitar ukuran Amerika Serikat di bagian barat. Ini merupakan satu sub benua.

"Kita tahu suku pemburu-pengumpul hidup dari kemakmuran kawasan Sunda hingga 45.000 tahun ke belakang dan mungkin lebih jauh lagi," ujar Graham.

Kenapa budaya yang lebih canggih secara teknologi juga ada di wilayah itu.

"Dalam dunia dingin yang tak ramah, dataran Asia Tenggara yang besar ini merupakan salah satu lokasi yang hangat dan mengundang tempat manusia awal bisa dengan sungguh-sungguh mencoba mengembangkan peradaban maju dan canggih," ucap Graham.

"Kurasa siapapun yang membangun situs Gunung Padang, berbagi planet kita dengan para pemburu-pengumpul yang kita tahu ada secara luas saat itu," ujarnya.

Ahli Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Yahdi Zaim dalam live 'Eureka! Misteri Indonesia Benua Tenggelam' mengungkapkan, istilah Sunda berasal dari bahasa Sansekerta yaitu 'Cuddha'. Cuddha ini bermakna bersih, putih atau suci. Seiring berjalannya waktu, orang-orang menyebutnya dengan sebutan 'Sunda'.

"Wilayah ini kemudian dikenal menjadi Sundaland atau Perairan Sunda. Secara biologi dan geografi juga disebut sebagai Sunda Shelf atau Paparan Sunda," ujar Professor Yahdi.

Wilayah Sundaland ini menjadi terkenal dari aspek keilmuan, karena tak hanya mencakup Indonesia. Namun juga bersambung ke arah Utara Barat ke wilayah-wilayah yang kini dikenal sebagai negara-negara Asia Tenggara ke Asia.

"Sundaland ini merupakan ujung dari suatu wilayah dari daratan Asia sampai Asia Tenggara, dan sebagian besar itu di wilayah perairan Indonesia," ucap Yahdi.

"Kalau sekarang ada yang menyebut Indonesia adalah benua maritim, ya memang (benar), karena wilayahnya yang besar, sekarang jadi laut yang sangat luas," imbuhnya lagi.

Di mata dunia

Dalam ilmu kebumian dunia, Sunda ini telah dikenal secara internasional. Istilah ini telah lama digunakan ilmuwan untuk menyebut suatu wilayah yang terletak di belahan tenggara benua Asia. Kepulauan Sunda sudah tercatat dalam buku Geographia karya Claudius Ptolemeus dari abad kedua Masehi Kekaisaran Romawi. Ptolemeus menulis Sunda dengan ejaan Sinde, Jawa dengan ejaan Sabadibe (Jawadwipa), Sumatera dengan sebutan Barus.

"Secara geografi, geologi, dan rekonstruksinya, wilayah Jawa Barat ini memang merupakan bagian dari Paparan Sunda atau Sundaland. Jika berbicara aspek antropologinya, termasuk budayanya, ada masyarakat suku Sunda yaitu masyarakat Jawa Barat, jadi itu akan berkaitan," kata Yahdi.

Menurutnya, penamaan itupun sangat berkaitan dengan zaman penyebaran awal di Indonesia. Hal tersebut terjadi ketika banyak aktivitas perdagangan dengan masyarakat dari Asia, terutama India yang membawa pengaruh agama Hindu serta Buddha dan penggunaan bahasa Sansekerta.

"Jadi memang berkaitan erat dengan nama Sunda itu, yang artinya menjadi suku Sunda. Kenapa kemudian ada suku Jawa dan lain sebagainya, itu wilayah penjelasan dari sisi antropologi dan historis," jelasnya.

Gunung Padang

Sejumlah peneliti meyakini bahwa Gunung Padang adalah struktur buatan manusia. Dengan usianya yang mencapai 25.000 tahun, menjadikan Gunung Padang sebagai piramida tertua di dunia.

Dalam laporan penelitian berjudul Geo-archaeological prospecting of Gunung Padang buried prehistoric pyramid in West Java, Indonesia di jurnal Archaeological Prospection, struktur di wilayah Cianjur itu tidak alami, tetapi "diukir secara teliti" di periode antara 25.000 hingga 14.000 tahun lalu.

Para peneliti yang menulis laporan tersebut yakni Danny Hilman Natawidjaja, Andang Bachtiar, Bagus Endar B. Nurhandoko, Ali Akbar, Pon Purajatnika, Mudrik R. Daryono, Dadan D. Wardhana, Andri S. Subandriyo, Andi Krisyunianto, Tagyuddin, Budianto Ontowiryo, dan Yusuf Maulana.

Berdasarkan hipotesis ini, Gunung Padang membuktikan bahwa "praktik konstruksi tingkat tinggi sudah ada penemuan cara bercocok tanam."

Penulis laporan merupakan sekelompok peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang menyelidiki situs Gunung Pada pada periode antara 2011 dan 2014. Mereka mengungkapkan bukti konkret yang mendukung hipotesis mereka bahwa Gunung Padang adalah buatan manusia.

"Penanggalan radiokarbon dari tanah organik mengungkap beberapa tahap konstruksi, yang dimulai dari ribuan tahun sebelum masehi, dengan data paling awal menandakan era Paleolithic," tulis peneliti.

Teknik survei yang digunakan termasuk electrical resistivity tomography (ERT), ground-penetrating radar (GPR), dan seismic tomography (ST). Dengan data dari survei, peneliti bisa menggambarkan isi di dalam Gunung Padang serta kronologi pembangunannya.

Pengeboran inti di tujuh titik berbeda menunjukkan bahwa piramida dibangun dalam empat tahap berbeda dalam jangka waktu ribuan tahun.

Struktur Gunung Padang tingginya mencapai 20-30 meter, dimulai dengan pembangunan Unit 4. Unit ini terkubur jauh di dalam bukit. Menurut peneliti, struktur ini "kemungkinan berasal dari bukit lava alami" yang "diukir dengan teliti" menjadi bentuk saat ini di antara 25.000 hingga 14.000 tahun lalu.

Unit 3 terdiri dari pilar batu yang "diatur seperti batu bata di gedung" yang dibangun antara 7.900 hingga 6.100 SM. Pembangunan Unit 2 baru dimulai sekitar 1.000 tahun setelahnya, yaitu antara 6.000 hingga 5.500 SM. Tahap pembangunan terakhir, atau Unit 1, dilakukan antara 2.000 hingga 1.100 SM.

Tim peneliti juga menemukan bukti "rongga tersembunyi" di Gunung Padang yang disarankan untuk diteliti lebih jauh di survei selanjutnya. Selain itu, menurut tim peneliti, situs Gunung Padang berulang kali dikubur dengan tujuan "menyembunyikan struktur supaya lestari."

Hasil penelitian Gunung Padang ini membuat gempar dunia arkeologi karena saat ini komunitas arkeologi percaya bahwa teknik konstruksi baru dikembangkan bersama teknik pertanian sekitar 11.000 tahun lalu.***

Editor: H. D. Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler