Ratu Penguasa Pantura Jawa, Membuat Orang Arab Gemetar dan Tiongkok Terkagum-kagum

- 26 Desember 2023, 20:00 WIB
Ilustrasi Ratu Xima alias Shima./Asisi Channel
Ilustrasi Ratu Xima alias Shima./Asisi Channel /Youtube Asisi Chanel

PR JABAR - Jawa ternyata memiliki Ratu Penguasa Pantura, yang membuat orang Arab gemetar dan Tiongkok terkagum-kagum. Hanya saja keberadaannya sama sekali tak tercatat oleh penulis Jawa ataupun Nusantara. Namun juru tulis Kaisar Taizong pada Dinasti Tang di abad ke-7, justru memberi tahu kita bahwa ada penguasa hebat di Jawa, yakni Maharani Xi-ma, atau dikenal di nusantara dengan nama Ratu Sima.

Pada masa awal abad ke-7, Jawa mengirim utusannya demi terjalinnya perdagangan bilateral. Hal itulah sehingga para juru tulis Kaisar Taizong mencatat kehadirannya.

Pedang  Keadilan

Dalam kanal YouTube Asisi Channel, pecinta sejarah klasik Nusantara, Suhariyanto mengungkapkan pada catatan Tiongkok Ratu Shima dikenal ketegasannya dalam hukum sehingga pedang keadilan terangkat di bumi Jawa.

Salah satu keputusannya, yakni menghukum mati putra mahkota, yang mampu menggegerkan seisi kerajaan.

Kasus itu bermula ketika putra mahkota ketahuan melangkahi sebuah tas berisi emas, yang tergeletak di jalan dekat perbatasan. Dewan menteri berusaha bernegosiasi, menolak vonis sang ratu. Sang maharani lalu memerintahkan hukuman potong kaki, yang lagi-lagi ditolak dewan.

Vonis akhir pun disepakati, yakni Potong ibu jari sang pangeran, yakni bagian yang menyentuh tas itu!
Kejadian ini terekam dalam catatan Dinasti Tang (618 - 907).

Dan tercatat pula, oknum di balik kasus ini adalah seorang penguasa Da-zi, atau Ta-shih, yang sengaja meletakkan tas berisi emas di sana.

Terbukti, selama 3 tahun, tas tersebut tetap di tempatnya, sebelum terkena kaki sang pangeran.

Nah, menurut Sejarawan W.P. Groeneveldt (1841- 1915), Da-zi adalah istilah yang umum digunakan kronik Tiongkok untuk menyebut bangsa Arab.

Dalam kasus ini, diduga Da-zi adalah penguasa koloni Arab di pantai barat Sumatra. Ngapain orang Arab kurang kerjaan bikin jebakan di Jawa? Motivasinya dicatat jelas dalam kronik Tiongkok, bahwa orang Arab berniat menyerang sang maharani.

Untungnya, jebakan itu malah mengungkap ketegasan Maharani Shi-ma dalam menegakkan hukum.

Kerajaan Maharani Shi-ma adalah monarki ke-3 nusantara yang memasuki panggung sejarah. Dua monarki sebelumnya, yakni Kutai Kuno dan Taruma.

Nah, kerajaan Shi-ma dipuji kaya raya oleh catatan Dinasti Tang. Komoditasnya emas, perak, tempurung penyu, cula, dan gading.

Bangunan di negeri ini terbuat dari balok kayu, dengan istana bertingkat dua dan beratap rumbia.

Corak keagamaannya tidak jelas. Namun, kaum cerdik pandainya mengenal aksara dan astronomi, dan juga telah menggunakan jam matahari.

Nama-nama Misterius Tiongkok

Masih menurut Catatan Dinasti Tang, awalnya kerajaan Shi-ma berada di sebelah timur, dengan ibukota di Ba-lu-ga-si. Sebelum Shi-ma, ada beberapa penguasa lain yang bertahta. Salah satunya Ji-yan, yang memindahkan ibukota ke Ja-po, karena demen melihat laut dari perbukitan Lang-bi-ya. Semua nama itu masih misterius,
begitupun jarak waktu antara Maharaja Ji-yan dengan Maharani Shi-ma.

Yang pasti, tahun 674 M adalah awal bertahtanya Shi-ma.

Dalam tradisi masyarakat, nama kerajaan Maharani Shi-ma adalah Kalingga. "Sebenarnya keyakinan ini tidak berdasar," ujar Suhariyanto.

Ka-ling/Ho-ling/He-ling, menurutnya, sebenarnya adalah hasil dari kekeliruan Dinasti Tang saat mengidentifikasi Jawa sebelum abad 7. Biasanya orang Tiongkok menggunakan "kling/kalinga" untuk menyebut imigran India.

Nah, mungkin karena kulit dan pakaiannya mirip orang India, utusan Jawa yang datang ke Tiongkok
disangka imigran India.

Menurut Sejarawan Groeneveldt, setelah orang Tiongkok datang langsung ke Jawa, barulah mereka menyebut pulau ini “Jawa”.

Makanya di kronik kedua Dinasti Tang tercatat: Ka-ling dikenal juga dengan Ja-va/Ja-po. Sejak saat itu, nama “Jawa” selalu dipakai, meski di masa Dinasti Tang masih nyampur di sana-sini dengan Ka-ling.

Nah, di prasasti kita sendiri, kling/keling juga mengacu pada suku di India, dan masuk kumpulan wargga kilalan. Tapi, salah penyebutan Ka-ling/Ho-ling, yang sudah direvisi penulis Tiongkok, malah diubah orang kita menjadi Kalingga.

Terus, nama kerajaannya apa? Gak ada yang tahu. Kenyataannya, memang kerajaan-kerajaan sebelum abad 7
tidak diketahui namanya. Misal, nama kerajaan Mulawarman dari Kalimantan, aslinya gak disebut dalam prasasti. Nama “Kutai Kuno” hanya usulan sejarawan modern.

Kerajaan Purnawarman juga anonim. Yang tercatat hanya nama kota asal sang raja, yakni Taruma.

Menurut kepustakaan Dinasti Song (Song Shu), pada tahun 435, Ka-ling/Ho-ling mengirim utusan ke Tiongkok.

Dalam Catatan Dinasti Tang, Tiongkok kembali menerima utusan Ka-ling pada masa Kaisar Taizong di abad 7, lalu berlanjut hingga tujuh kali, antara tahun 766 hingga 873.

Artinya, kerajaan ini dicatat membentang selama 438 tahun, nyaris setengah milenium! Benarkah? Soalnya kerajaan Medang saja yang cuma 300 tahun, dan Majapahit yang hanya 184 tahun, mewarisi kita candi-candi megah. Masak yang usianya 400 tahun lebih tidak meninggalkan apa pun?

Padahal abad 7-9 M, Jawa lagi rajin-rajinnya menulis prasasti dan membangun candi.

Tapi tenang, jika mengacu pada keterangan Groeneveldt tentang kekeliruan bangsa Tiongkok mengidentifikasi Jawa sebagai “ka-ling”, jangan-jangan, “ka-ling’ yang dimaksud adalah berbagai kerajaan di Pulau Jawa.

Bisa jadi, ka-ling di tahun 435 adalah kerajaan Purnawarman, ka-ling di abad 7 adalah kerajaan Shi-ma, dan ka-ling dari tahun 766 hingga 873 adalah Kerajaan Medang. Pokoknya semua yang dari Jawa disebut Ka-ling!

Setelah itu, memang gak ada utusan lagi ke Tiongkok karena Medang mengalami pergolakan usai kekuasaan Rakai Kayuwangi, dan Dinasti Tang pralaya.

Selanjutnya Tiongkok dipimpin Dinasti Song, dan hubungannya dengan Jawa dilanjutkan Medang periode Jawa Timur.

Prestasi Ratu Shima

Kerajaan Ratu Shi-ma memiliki kesejarahan yang penting karena berbagai prestasinya. Yang pertama, ia adalah… Mandala Tertua yang Tercatat di Nusantara. Tercatat ia dikelilingi 28 negara kecil yang mengakui kekuasaannya. Jelas ini mandala kemaharajaan, jauh sebelum Sanjaya mengungkap cakrah-mandala
dalam prasasti Gunung Wukir (732 M).

Prestasi keduanya adalah menjadi Catatan Penegakkan Hukum Tertua di Nusantara. Kita semua tahu, Maharani Shi-ma terkenal karena penegakan hukumnya. Ketika orang Arab meletakkan tas berisi emas dan gak sengaja tersentuh putra mahkota, sang maharani tak segan memvonis mati darah dagingnya sendiri.

Dalam Catatan Dinasti Tang, alasannya jelas: ia ingin memberi contoh bagi seluruh masyarakat. Berarti, hukum Maharani Shi-ma ditegakkan bahkan sampai ke perbatasan.

Gak heran bila Dinasti Tang memuji: “barang yang terjatuh di jalan takkan ada yang mengambilnya.”
Yang menarik, nih, menurut Liang Liji, pakar budaya Tiongkok, itu adalah pujian tertinggi dalam tradisi Tiongkok bagi bangsa ideal yang bermoral tinggi.

Tapi sayangnya, bermunculan banyak gambaran mengenai dirinya yang kadang berbeda jauh dari sumber primer.
Contohnya… Dalam tradisi tutur, nama ratu ini ditulis “Sima” namun dibaca “Simo” khas pelafalan Jawa Baru.

Ratu Shima dari Pantura, Dalam Sumber Tradisional Konon, nama ini berarti singa atau macan. Padahal, sebenarnya nama Shi-ma adalah transliterasi dari sebutan Tiongkok Xi-ma, yang maknanya tidak diketahui.

Tapi persoalannya, satu-satunya catatan tentang Maharani Shi-ma hanyalah dari Dinasti Tang, yang disimpan di Tiongkok. Karena kosongnya sumber lokal, memori akan Maharani Shi-ma pun lenyap selama berabad-abad.

Orang Jawa Kuno tidak menyebutnya dalam prasasti maupun karya sastra. Bahkan sastra Jawa baru pun,
seperti Babad Tanah Jawi (1722), Babad Kediri (1832), dan pewayangan tidak mengenalnya.

Nama Shi-ma baru muncul dalam buku sejarah modern berbahasa jawa, yang diaku-aku sebagai Babad Tanah Jawi karena memang diberi judul “Babad Tanah Djawi lan Tanah-Tanah ing Sakiwa-Tengenipoen”. Padahal, buku itu baru ditulis pada tahun 1925 oleh guru-guru sekolah Belanda. Itu pun setelah Sejarawan Belanda W.P. Groeneveldt (1841- 1915), pada tahun 1880, menerbitkan buku Catatan Tiongkok tentang nusantara, yang menjadi rujukan hampir semua sejarawan modern.

Karena dari buku Groeneveldt itulah, nama Ratu Shi-ma dikenal dunia.

Versi Internet

Di internet banyak sekali beredar kisah Ratu Çima Banyuasin, yang kurang lebih demikian: Dia lahir tahun 611 di sekitar Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Ratu Shima Versi Naskah Wangsakerta Dia lalu dinikahi Raja Kartikeyasinga, dan meneruskan kekuasaannya di Kalingga.

"Ini kata internet ya, bukan kata saya," ujar Suhariyanto.

Ketika bertahta, gelar Çima Banyuasin adalah Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Ia lalu beraliansi dengan kerajaan Sunda dan Galuh.

Konon, berkat aliansi ini, Sriwijaya segan menyerang Kalingga.

Setelah Çima Banyuasin mangkat, kerajaannya pun dibelah untuk dua anaknya, yang salah satunya menurunkan Sanjaya.

Tapi, jangan lupa, kisah Çima Banyuasin hanya tertulis dalam Naskah Wangsakerta, yang menurut sejarawan adalah naskah palsu yang ditulis di zaman modern. Jadi, Çima Banyuasin adalah tokoh rekaan, yang bahkan tidak eksis kisahnya dalam Carita Parahyangan Sunda Kuno.

Ratu Simo versi tradisi, sangat lekat di hati masyarakat pantura, mulai dari Pekalongan hingga Lasem. Melacak Pusat Kekuasaan Sang Ratu Pantura Kerajaannya, yakni Kalingga, konon berada di daerah Jepara, sehingga banyak narasi yang menyelipkan Ratu Simo sebagai satu dari tiga perempuan hebat asal Jepara, bersama Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini.

Ya, kita perlu kembali ke data primer. Catatan Dinasti Tang hanya menulis bahwa kerajaan Shi-ma terletak di samudra selatan, di sebelah timur Sumatera dan di sebelah barat Bali.

Sisi selatannya lautan, dan di sisi utaranya ada Kamboja. Semua petunjuk ini mengarah ke pantai utara Jawa. - Jabar, Jateng, apa Jatim? Diduga Jawa tengah.

Dan berangkat dari dugaan ini, para peneliti mengusulkan beberapa tempat. Misalnya, Orsoy de Flines menempatkan Ka-ling di sekitar Rembang, Bledug Kuwu di Grobogan, hingga perbukitan Lasem.

Sementara P. M. Munoz menawarkan area sekitar Pekalongan, Semarang, dan Jepara, hingga barat Gunung Muria.

Nah, Edhi Wuryantoro menduga Ka-ling berasal dari kata Walaing, yang tak lain adalah perbukitan Boko –kini menjadi Situs Ratu Boko.

Van der Meulen beda lagi, Ka-ling dianggapnya ada di sisi selatan dataran tinggi Dieng, tepatnya di wilayah Garung, Wonosobo.

Menurut Arkeolog Agus Aris Munandar, Ho-ling/Ka-ling mungkin terletak di pantai utara Jawa yang terhalang Gunung Muria, saat gunung itu masih dipisahkan selat dengan pulau Jawa. Ia berargumen, kata Ka-ling atau Ho-ling mungkin berakar dari haling/aling yang artinya "tersembunyi di belakang".

Terlepas dari banyaknya usulan lokasi kerajaan ini, wilayah mandala kerajaan Shi-ma pasti sangat luas!

Dari hasil investigasi sosok Maharani Shi-ma, Suhariyanto berkesimpulan bahwa sistem pemerintahannya sungguh melampaui zaman. Catatan Dinasti Tang bahkan menegaskan, Epilog “pada tahun 674, penduduk negeri ini mengangkat seorang wanita bernama Xi-ma menjadi ratu mereka.” Artinya, Maharani Shi-ma tidak memperoleh kekuasaan karena faktor keturunan, tapi karena dipilih rakyat.

Jelas, ini catatan tertua mengenai demokrasi di nusantara, 1000 tahun mendahului lahirnya Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi! Dan, karena diangkat oleh rakyat, Maharani Shi-ma paham betul, hukum harus ditegakkan dengan tegas demi melindungi kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa.

Semoga Maharani Shi-ma menjadi teladan bagi para pemangku kekuasaan di masa kini dan masa depan, agar tidak hanya dekat dengan rakyat saat butuh suaranya saja, Tetapi juga mau mendengar kebutuhan dan isi hati mereka.***

Editor: H. D. Aditya

Sumber: Youtube ASISI Channel


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah