Misteri Pulau Jawa dan Kisah Gunung Krakatau, yang Tercatat dalam Catatan China

- 28 Desember 2023, 21:41 WIB
Ilustrasi Letusan gunung krakatau purba.
Ilustrasi Letusan gunung krakatau purba. /Public Domain




PR JABAR - Sejarah awal Pulau Jawa seolah terbungkus oleh misteri, karena sama sekali tidak diketahui keberadaannya oleh dunia sampai pulau ini dikunjungi oleh peziarah dari China, Fa Hien pada tahun 412 Masehi.

Sejarah awal pulau Jawa salat terbungkus oleh misteri karena sama sekali tidak diketahui keberadaannya oleh dunia sampai Pulau ini dikunjungi oleh peziarah dari Cina Fa Hien pada tahun 412 masehi.

Berdasarkan buku Occult History Of Java atau Sejarah Gaib Tanah Jawa karangan
CW Leadbeater, Cetakan 1 Maret 2015, disebutkan pada tahun 2010 masehi pulau
Jawa sudah menjadi koloni bangsa Atlantis. Tapi Atlantis hancur, kemudian Jawa menjadi negeri terpisah. Leadbeater dari Theosophical Society.

Sudah sangat kita kenal legenda tanah Jawa yang angker nan mistis seringkali dikaitkan dengan sang penumbal tanah Jawa yaitu Syekh Subakir dan Sabdo Palon.

Kita juga mengenal legenda Ajisaka dalam berbagai cerita juga dianggap melambangkan kedatangan Dharma, ajaran, dan peradaban hindu-budha ke pulau Jawa.

Penafsiran lain beranggapan bahwa kata Saka adalah berasal dari istilah dalam bahasa Jawa Saka atau Soko yang berarti penting pangkal atau asal mula. Maka namanya bermakna Raja asal mula atau raja pertama.

Mitos ini mengisahkan mengenai kedatangan seorang pahlawan yang membawa peradaban tata tertib dan keteraturan ke pulau Jawa karena Ajisaka telah mengalahkan raja jahat Prabu Dewata Cengkar Sang Penguasa hitam yang kala itu menguasai Pulau Jawa.

Tumbal Ajisaka untuk menangkal kekuatan hitam bertahan hingga beratus tahun
kemudian sampai pada keadaan dimana makhluk halus kembali berkuasa. Hujan
darah dimana-mana, bencana merajalela. Pada waktu ini berkembanglah beberapa
ajaran ilmu gaib di Pulau Jawa. Oleh karena itu pulau Jawa dianggap angker nan mistis.

Asal legenda ini tidak bisa dianggap sumber sejarah ilmiah namun tidak juga kita menafikan sebagai salah satu sumber yang dapat mengisi kekosongan sejarah bangsa.

Legenda ini juga menyebutkan bahwa Ajisaka adalah pencipta tarikh tahun Saka
atau setidaknya raja pertama yang menerapkan sistem kalender Hindu di Pulau Jawa.

Unsur Gaib

Di dalam kisah lain asal usul pulau Jawa, pada abad ke-15 masehi datanglah Syekh Subakir seorang ulama yang dikirim sesuai tatanan Turki utsmaniyah ke tanah Jawa. Syekh Subakir adalah seorang ulama besar yang dikirim untuk menumbalkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran agama Islam di nusantara.

Kedatangan Syekh Subakir berada pada awal abad ke-15 masehi Syekh Subakir mengetahui kondisi pulau Jawa banyak dipengaruhi unsur gaib yang sangat mengganggu.

Lalu Syekh Subakir yang membawa batu hitam dari Arab yang telah dirajah kemudian dengan Karomah yang dimilikinya batu hitam dengan nama raja Ali Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah Pulau Jawa yaitu di puncak Gunung Tidar Magelang. Karena Gunung Tidar dipercayai sebagai titik Sentral atau fakturnya tanah Jawa. Hasilnya kekuatan gaib yang pulau Jawa dapat dihalau.

Pada masa ini ilmu kebatinan berkembang lagi menjadi beberapa cabang yaitu ketabiban, kewaskitaan, kesaktian, kanuragan, kekebalan, pengasihan, termasuk juga tenaga dalam.

Kemudian sepeninggal Syeikh Subakir, pemagaran gaib terhadap pengaruh negatif dilanjutkan oleh para Walisongo. Para wali ini mengajarkan ajaran Islam. Salah satu diantaranya yang terkenal adalah Sunan Kalijaga.

Pulau Panjang

Masatoshi Iguchi dalam bukunya Java Essay the History and Culture of Southern
country menjelaskan mengenai asal usul Pulau Jawa. Iguchi mengambil sumber dari
mitologi pewayangan Jawa.

Dikisahkan zaman dahulu mulai Aceh hingga Bali membentang dalam satu pulau. Dalam serat Maha Parwa karya Mpu Satya tahun 851 Surya atau 879 Chandra dari Memenang Kediri menceritakan dulu ada sebuah pulau panjang yang belum berpenghuni dan belum punya nama.

Suatu ketika para dewa yang bersemayam di Kahyangan gunung Tengguru Himalaya datang ke pulau tersebut dipimpin oleh Sanghyang Manikmaya atau Betara guru dan menamakan pulau tersebut dengan Dawa  yang berarti Pulau Panjang.  Sesuai dengan keadaan dari pulau tersebut yang waktu itu membentang dari Aceh hingga Bali.

Sementara itu di tanah Hindustan ada seorang Brahmana yang diperintahkan
ayahnya untuk mencari pulau yang panjang atau pulau Dawa atau pulau jawa agar
bertapa di sana. Brahmana tersebut adalah Prabu Ajisaka Putra dari Prabu Iwasaka.

Setelah beberapa lama akhirnya Ajisaka menemukan pulau Jawa lalu mengelilingi
seluruh pulau dan disepanjang perjalanannya banyak menemukan tanaman jawawut. Akhirnya Ajisaka menamakan kembali Pulau ini dengan nama pulau Jawa, diambil dari nama jawawut.

Seelah mengelilingi pulau Jawa dalam 103 Hari, Aji Saka melakukan pembukaan hutan di Gunung Hyang atau Gunung Kendeng. Sebagai manusia Pertama di Jawa dengan sebutan empu Sengkala bersamaan dengan itu dimulailah tahun Jawa atau tahun Saka dengan sengkalan Jebug Sawuk yang berarti tahun kepala satu.

Ekspansi Pulau Sunyi

Legenda lainnya tentang legenda tanah Jawa dikisahkan Raja Rum dari Bursa Turki yang bernama Sultan Galba melakukan ekspansi ke pulau-pulau yang masih sunyi. Diantaranya mengirim 20.000 keluarga ke pulau Jawa.

Setelah beberapa lama tinggal di pulau Jawa, rombongan tersebut terserang wabah penyakit sehingga tinggal 2000 keluarga. Ketika terserang wabah berikutnya tinggal 200 keluarga dan di tahun ke-4 sejak kedatangannya di Pulau Jawa rombongan ini tinggal 20 keluarga dan memutuskan kembali ke tanah Rum untuk melaporkan keadaan kepada Sultan.

Setelah mendengar laporan tentang keadaan rombongan yang dikirim ke pulau Jawa, Sultan merasa sedih lalu mengutus Wali dari golongan Bani Israel yang bernama Usman Adji untuk memberi tumbal pada pulau Jawa. Setelah sampai di Pulau Jawa, Usman Adji mengelilingi pulau Jawa dan bertemu dengan mpu Sengkala di Gunung Hyang.

Kemudian Usman Adji memasang tumbal di titik tengah dan empat arah. Keesokan harinya terdengar petir dari segala arah dan tanah Jawa bergetar bergemuruh menandakan kalahnya makhluk halus oleh tumbal tersebut. Setelah 21 hari, Usman Adji kembali ketanah Rum dengan disertai Empu Sengkala dengan sengkalan Goran Sirna yang bermaksud tahun ketujuh.

Setelah berguru kepada Usman Adji dan bergelar Pendeta Iskak, Mpu Sengkala pergi ke Hindustan menghadap Sanghyang jagatnata kepala para dewa meminta izin untuk membawa rombongan ke pulau Jawa dan selanjutnya Mpu Sengkala membawa 20.000 keluarga yang terdiri dari bangsa Keling, Alengka atau Syaelan, dan Siam ke pulau Jawa.

Setelah berhasil membentuk masyarakat Jawa, Empu Sengkala kembali ke Rum, kemudian melakukan perjalanan ke Awinda ke dunia gaib yang sunyi pada tahun 32 saka.

Legenda ini menarik kita cermati, nama raja Rum di Bursa Turki, nama Sultan Galbah tidak ditemui pada nama sultan-sultan yang ada di Turki. Kemudian juga soal pengangkutan 20.000 orang pun baru terjadi pada masa kolonial Belanda.

Penyebutan Sanghyang Jagatnata, ini mengacu pada sosok Semar. Ini merupakan sosok yang terkait dengan Nusantara sehingga tidak terkait dengan Turki. Dan saat Usman Adji tiba di pulau Jawa dalam keadaan kosong, tak beralasan karena pada abad 1 masehi sudah ada kerajaan di pulau Jawa.

Iguchi mengutip kitab karya Ronggowarsito tiga dengan mengacu pada serat Maha Parwa karya Mpu Satya pada tahun 851 Saka atau 929 masehi, sejaman dengan Kerajaan Kediri.

Sepeninggalan Empu sengkala, masyarakat Jawa terus melakukan pembukaan daerah-daerah baru tapi belum ada raja yang mengatur sehingga disebut dengan zaman kukila.

Penculikan Putri

Ketika masa Manggalasari 102 Saka atau 160 masehi, diceritakan para dewa di Kahyangan Hindi turun ke Jawa dengan sebutan resi yang dipimpin oleh resi Maha Dewa Buddha titisan Sang Hyang jagadnata. Para Resi ini kemudian menjadi Sanjungan orang Jawa dan mulailah sistem kerajaan di Pulau Jawa dengan raja pertamanya Resi Mahadewa Buddha titisan Sang Hyang jagadnata.

Sanghyang jagatnata berkedudukan di Medang Kamulan 140 Saka atau 217 Masehi dan raja terakhir Sri Maharaja Kanwa titisan Sang Hyang Wisnu 301 saka atau 379 masehi pada masa pemerintahan Sri Maharaja Kanwa pada tahun 329 saka atau 407 masehi terjadi peristiwa penculikan Dewi Sri Gati putri Sri Maharaja Kanwa oleh Prabu karung kala dari pidana atau Sumatera. Tetapi berhasil diselamatkan oleh Raden Sengkang yang akhirnya dijadikan menantu karena peristiwa penculikan ini Sri Maharaja Kanwa marah dan menghancurkan Negeri pidana dan
membinasakan Prabu Karungkala.

Sebagai saudara dari para karungkala yang telah terbunuh maka Prabu Sangkala Rajasa Maskuta atau Sumatera tidak mau mengakui kekuasaan Sri Maharaja Kanwa. Akhirnya Sri Maharaja Kanwa menyerang Negeri Samaskuta seputar tahun 338 saka dan menghancurkan Prabu Sangkala.

Setelah menghancurkan Negeri semesta Sri Maharaja Kanwa menuju Gunung Pulosari Banten hendak membinasakan resi Prakampa, orang tua Prabu Karungkala dan Sangkala karena menurut Sri Maharaja Kanwa, Resi ini dalang dibalik semua peristiwa ini.

Tapi sebenarnya Resi Prakampa tidak tahu-menahu dan tidak berdosa karena keinginan Angkara Murka dari Sri Maharaja Kanwa itu maka Sanghyang Wisnu moksa dari Sri Maharaja Kanwa dan digantikan oleh Sanghyang kala.

Setelah menemukan Resi Prakampa, Sri Maharaja Kanwa membunuh Sang resi yang tidak bersalah. Karan kesaktian resi Prakampa yang telah dianiaya oleh Sri Maharaja Kanwa, maka gunung Kapi atau Krakatau meletus diiringi dengan bencana air bah hujan lebat dan angin topan.

Guning Kapi runtuh masuk kedalam bumi, air laut menggenangi daratan dari Gunung Gede Bogor sampai Gunung Rajabasa Lampung. Setelah surut pulau Jawa terbelah menjadi dua. Di bagian barat dinamakan Pulau Sumatera dan di bagian timur masih disebut pulau Jawa.

Sebagian Gunung Krakatau tenggelam dan menjadi Selat Sunda dan Negeri Samaskata
amblas ke bumi menjadi Danau Singkarak di Padang.

Dalam buku Catastjrphe An Investigation into the Origin Of The Modern World, David Gates memperkirakan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau adalah pertengahan abad ke-6 masehi atau tahun 535 masehi. Ia juga merujuk catatan Cina dalam History of Souther Dinasty bahwa Desember tahun 529 masehi terdengar gemuruh yang datangnya dari arah barat daya negeri itu sebanyak dua kali. Ledakan suara tersebut diperkirakan berasal dari letusan gunung Krakatau.

David Gates membuat simulasi komputer atas peristiwa letusan Krakatau itu dan memperkirakan bahwa sebaran magma sebanyak 200 kubik per km dengan diamteter 50 km diperkirakan lebih besar dari letusan Gunung Tambora Flores tahun 1815 masehi.

Peristiwa itu membuat gunung Krakatau meninggalkan kawah kaldera sehingga memisahkan pulau Jawa dan Sumatera.

Catatan paling kuno dari negeri China menyebutkan bahwa pulau Jawa dan Sumatera adalah daratan yang menyatu kondisi seperti itu hingga tahun 400 masehi Jawa dan Sumatera tetap menyatu. Demikian seperti dikutip dari artikel Profesor chihara seorang ahli penelitian arsitektur Jawa kuno namun pendapat Profesor Ciara belum dapat dijadikan bukti sejarah.***

Editor: H. D. Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah