WASPADA! Arca Ganesha Bisa Menjadi Pesan dari Para Leluhur kepada Kita

- 30 Desember 2023, 19:13 WIB
Arca Ganesha di bibir kawah Gunung Bromo
Arca Ganesha di bibir kawah Gunung Bromo /Instagram @bbtnbromotenggersemeru



PR JABAR - Arca Ganesha yang kini banyak tersimpan di Museum Nasional Jakarta berasal dari berbagai lokasi. Paling banyak dari candi-candi yang telah rusak dan dari reruntuhan Candi Peninggalan Kerajaan Kediri dan Singasari. Sebaran Arca Ganesha di Indonesia hampir merata di seluruh Nusantara.

Peringatan waspada bila ada arca Ganesha dimaksudkan karena pada salah satu fungsinya. Selain dari percandian, beberapa arca Ganesha ditemukan dari lokasi-lokasi di luar kompleks percandian atau pura.

Salah satu fungsi Arca Ganesha yang dimaksud adalah fungsinya yang dipuja sebagai dewa penyingkir segala rintangan,
baik gangguan gaib (magis) maupun gangguan fisik. Keberadaanya ditemukan di lereng-lereng bukit terjal yang rawan longsor, di tepi sungai, di tepi laut dan di hutan-hutan pedalaman yang dianggap angker.

Mengingat alasan fungsi Arca Ganesha sebagai penyingkir rintangan dan bahaya perlu menjadi kewaspadaan kita di zaman modern ini.

Kita tidak membahas fungsi keagamaannya. Penemuan Arca Ganesha raksasa "The Lost Ganesha" yang sudah runtuh ke jurang di sebuah desa di Prambanan Jawa Tengah adalah salah satu bukti, bahwa keberadaan Arca Ganesha untuk mengingatkan orang sekitarnya bahwa daerah tersebut rawan longsor.

Lapisan tanah yang bergerak dan merosot ke tebing jurang adalah semua yang berada di sisi selatan lokasi situs arca Ganesha memanjang ke timur hingga batas kampung paling timur di bawah bukit.

Hilangnya Kampung

Penemuan kembali arca Ganesha Raksasa di jurang Dusun Gunungsari, Sambirejo, Prambanan, ikut menguak kisah mencekam lenyapnya Kampung Gepolo. Kampung itu ditinggalkan penduduknya setelah tanah bergerak menyeret seisi kampung ke bibir jurang pada tahun 1955.

Tanah Tiba-tiba Merosot ke Jurang, Kampung Gepolo pun mendadak lenyap. Lokasi lainnya penemuan Arca Ganesha di Kabuyutan Mahapwaitra Pulau Panaitan Banten. Keberadaan Arca ini berkaitan dengan naskah Lontar Sunda Kuno
Sanghyang Sasana Maha Guru.

Lokasi Pulau Panaitan ini di antara Banten dan Pulau Sumatera. Selain itu lokasi Pulau Panaitan ini dekat dengan Gunung Krakatau. Kita mengetahui erupsi Gunung Krakatau telah melegenda. Keberadaan Arca Ganesha di Pulau Panaitan diperkirakan pada abad ke-7 Masehi. Posisinya ini bisa jadi mengingatkan manusia akan bahaya Gunung Kapi (Krakatau).

Kisah Ronggowarsito

Kisah meletusnya Gunung Krakatau dikisahkan oleh Ronggowarsito.

“Seluruh dunia terguncang hebat, Guntur menggelegar, diikuti hujan lebat dan badai, tetapi hujan itu bukannya mematikan ledakan Gunung Kapi, justru semakin mengobarkannya; suara mengerikan; akhirnya Gunung Kapi dengan dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam di bagian terdalam bumi,” demikian penggalan naskah Kitab Raja Purwa.

Kitab ini ditulis pujangga Kesultanan Surakarta, Ronggowarsito. Penyebutan Gunung Kapi diyakini untuk menyebut Gunung Krakatau atau dalam literatur lain disebut sebagai Krakatoa.

Deskripsi lokasi tentang Kapi dalam kitab itu amat mirip letusan Krakatau pada 1883; “Air laut naik... dan membanjiri daratan, negeri di timur Gunung Batuwara sampai Gunung Raja Basa (Lampung) dibanjiri air laut; penduduk bagian utara negeri Sunda sampai Gunung Raja Basa tenggelam dan hanyut beserta semua harta milik mereka.”

Sebagaimana didokumentasikan Simkin dan Fiske dalam buku Krakatau 1883 letusan Krakatau pada 1883 telah menghancurkan tubuh gunung, lalu memicu tsunami raksasa hingga Lampung dan Banten.

Kitab Raja Purwa sendiri diterbitkan pertama kali pada tahun 1869 atau 14 tahun sebelum letusan Krakatau 1883.

Kitab ini mengisahkan asal-usul Pulau Jawa termasuk pemisahan Jawa dengan Sumatera karena letusan hebat Gunung Kapi.

Naskah Raja Purwa kerap menjadi referensi para dalang.  Namun, kitab ini ternyata juga dirujuk oleh Arthur Wichman untuk menyusun katalog tentang gempa di Nusantara (1918).

Disebut dalam katalog Wichmann yang diambil dari Raja Purwa, “Di tahun Saka 338 (416 Masehi) gempa bumi terjadi di Jawa dan Sumatera, saat Pulau Krakatau meletus. Sebuah bunyi menggelegar terdengar dari Gunung Batuwara. Batuwara yang dijawab dengan suara serupa yang datang dari Gunung Kapi (Krakatau).”

Bagaimana jika informasi Ronggowarsito soal letusan Gunung Krakatau ini bukan ramalan, melainkan sebuah catatan peristiwa alam yang memang pernah terjadi?

Arca Ganesha di Pulau Panaitan sebenarnya telah "memberitahukan" kejadian tahun 416 Masehi. Arca diperkirakan dibuat tahun 700-an. Berarti selang waktu kurang dari 200 tahun kejadian bencana berulang ... 1100 tahun kemudian yaitu tahun 1883 di Zaman Kolonial Belanda.

Sebenarnya meletusnya Gunung Krakatau juga terjadi selama pemerintahan Dinasti Syailendra. Krakatau yang dikenal dengan nama 'Gunung Api' selama berdirinya Dinasti Sailendra di Pulau Jawa mencatat gunung ini telah meletus hingga tujuh kali
dalam rentang abad ke-9 dan ke-16 Masehi.

Peran pemerintah

Oleh karena itu, kita harus waspada manakala ada penemuan Arca Ganesha tidak di tempat biasa. Mungkin itu adalah sebuah pesan dari leluhur akan adanya bahaya dari tempat tersebut. Bukan sekadar kemungkinan terjadinya bencana alam saja melainkan juga masalah gaib.

Kini arca-arca Ganesha yang ada di Pulau Jawa khususnya telah masuk ke museum. Meskipun arca-arca Ganesha kini masuk dalam koleksi museum-museum di Indonesia, Ada baiknya pemerintah membuatkan replikanya di lokasi asal penemuan.

Jika tidak memungkinkan karena alasan ideologis atau religi, hendaknya membuatkan sebuah papan Nama atau Prasasti yang terbuat dari tembok atau batu pengganti dari Arca Ganesha yang berisi berisi bahwa di lokasi tersebut pernah ada sebuah Arca Ganesha.

Sebutkan pula fungsi Arca Ganesha di lokasi tersebut sebagai peringatan tanda bahaya atau adanya sebuah bencana (di masa lalu).***

Editor: H. D. Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah