Taliban Hentikan Hukuman Melepar Batu Hingga Mati, Taliban Berlakukan Hukuman Razam Hingga Meninggal

- 29 Maret 2024, 20:45 WIB
Taliban pemerintah berkuasa di Afganistan menghentikan hukum melempar batu hingga meninggal pada wanita yang melakukan perzinahan dan menggantikannya dengan hukuman rajam di depan umum hingga meninggal.
Taliban pemerintah berkuasa di Afganistan menghentikan hukum melempar batu hingga meninggal pada wanita yang melakukan perzinahan dan menggantikannya dengan hukuman rajam di depan umum hingga meninggal. /Pixabay Canva/ArmyAmber/

PR JABAR – Pemerintah Taliban menghentikan hukuman dilempar batu hingga mati bagi  wanita Afganistan yang melakukan perzinahan usai mendapat kecaman dari komunitas internasional hak-hak perempuan. Namun pemerintah Taliban menggantinya dengan hukuman rajam di depan umum hingga mati.

Pemimpin Tertinggi Taliban Mullah Hibatullah Akhundzada telah mengeluarkan pengumuman tersebut dan ditayangkan di televisi pemerintah.  Dalam pengumumannya, Akhundzada mengatakan bahwa komunitas internasional telah mengadvokasi hak-hak perempuan yang bertentangan dengan interpretasi Taliban terhadap Syariah Islam.

"Anda mengatakan bahwa kami melempari mereka dengan batu sampai mati merupakan pelanggaran terhadap hak-hak perempuan. Namun kami akan segera menerapkan hukuman bagi perzinahan. Kami akan mencambuk perempuan di depan umum. Kami akan melempari mereka dengan batu sampai mati di depan umum," sebagaimana dikutip live mint dari  The Telegraph, Jumat 29 maret 2024.

Ditegaskan Akhundzada, bahwa Taliban bukan hanya pengambilalihan Kabul. “Pekerjaan Taliban tidak berakhir dengan pengambilalihan Kabul, ini baru saja dimulai,” tegas Akhundzada.

Sejak Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021, perempuan di Afghanistan menghadapi banyak tantangan, termasuk anak perempuan dan perempuan yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan ruang publik.

Pihak berwenang Taliban melarang anak perempuan bersekolah di sekolah menengah sebulan setelah kembali berkuasa. Setelah itu, mereka menutup pintu universitas bagi mereka pada bulan Desember 2022 dan setelah itu, mereka membatasi partisipasi mereka dalam dunia kerja.

Menurut laporan PBB, kondisi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan adalah yang 'terburuk secara global' dan kebijakan pemerintah Taliban mungkin merupakan 'apartheid gender'.

Sebuah laporan mengutip seorang pelajar muda wanita, melaporkan bahwa satu-satunya cara bagi beberapa keluarga adalah menikahkan anak perempuan mereka meski 'terlepas dari persetujuan mereka'.

"Depresi tersebar luas. Tingkat bunuh diri di kalangan anak perempuan telah meningkat pesat dalam dua tahun terakhir. Ini tragis," kata gadis tersebut.***

Editor: Heriyanto Retno

Sumber: Live mint


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x