Perang Cirebon Vs Sumedang Larang, Cinta Segitiga: Geusan Ulun, Haribaya dan Panembahan Ratu

- 26 Desember 2023, 03:41 WIB
Lukisan Prabu Gueusan Ulun
Lukisan Prabu Gueusan Ulun /museum.co.id/

PR JABAR - Prabu Geusan Ulun, adalah anak dari penguasa Sumedanglarang, Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun, Guesan Ulun adalah raja terakhir yang memerintah Sumedang Larang, ia memerintah tahun 1578-1601 M

Prabu Geusan Ulun lahir pada tanggal 19 Juli 1558 Masehi dan meninggal tahun 1601 Masehi, dia dimakamkan di Desa Dayeuh Luhur Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang di daerah yang cukup tinggi, yakni Gunung Rengganis

Prabu Geusan Ulun atau Pangeran Angkawijaya adalah putra Pangeran Kusumahdinata I (Pangeran Santri) selain sebagai raja Kerajaan Sumedang Larang, dia juga mendapat gelar jabatan Nalendra dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Meneruskan Kerajaan Pakuan Pajajaran

Pada masa pemerintahannya datang menghadap untuk mengabdi serombongan orang yang dipimpin oleh empat Kandage Lante (bangsawan) dari Pakuan Pajajaran yang telah hancur diserang Kesultanan Banten.

Kedatangannya mereka selain melaporkan bahwa Pajajaran telah hancur, mereka juga meminta agar Prabu Geusan Ulun meneruskan kepemimpinan Pakuan Pajajaran.

Sebagai simbol diserahkanlah mahkota emas milik Raja Pakuan Pajajaran yang bernama Binokasih (Mahkota Binokasih) berikut perhiasan serta atribut kebesaran lainnya sebagai bentuk pernyataan bahwa Kerajaan Sumedang Larang telah ditetapkan sebagai penerus kekuasaan Pakuan Pajajaran.

Penyerahan Mahkota Sanghyang Pake ke raja Sumedang Larang, memberikan simbol bahwa Kerajaan Sumedang Larang merupakan penerus dan pewaris Pajajaran.

Simbol kebesarannya diteruskan karena Sumedang Larang dianggap sebagai kerajaan berentitas sunda sama seperti Pakuan Pajaran dan sama-sama dibawah naungan Kesultanan Mataram.

Mereka berharap Raja Sumedang Larang Prabu Geusan Ulun menjadi raja besar, hebat, dan kuat seperti Pajajaran seperti Prabu Siliwangi.

Masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun mencapai kejayaan seperti leluhurnya. Luas wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh Jawa Barat bagian barat dengan batas kali Cipamali, Pamanukan, Cisadane, hingga Indramayu. 

Seluruh wilayah Pajajaran berhasil dikuasai oleh raja Sumedang dari keturunan Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon ini.

Masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun dari tahun 1578-1601 M atau diperkirakan memimpin sekitar 23 tahun.

Penyerahan Mahkota Sanghyang Pake ke raja Sumedang Larang, memberikan simbol bahwa Kerajaan Sumedang Larang merupakan penerus dan pewaris Pajajaran. 

Simbol kebesarannya diberikan ke Sumedang, berharap Raja Sumedang Larang Prabu Geusan Ulun menjadi raja besar, hebat, dan kuat seperti Pajajaran dengan raja-rajanya Prabu Siliwangi.

Peperangan dengan Cirebon menjadi kemunduran bagi Prabu Geusan Ulun dalam memimpin Kerajaan Sumedang Larang.

Kisah kasih Prabu Geusan Ulun dengan istri penguasa Cirebon, Pangeran Girilaya, yang bernama Harisbaya mengubah cerita cinta masa lalu menjadi cerita cinta politik, antara Sumedang dan Cirebon. Prabu Geusan Ulun menerima sanksi kekalahannya.

Ia menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya di daerah Sindang Kasih Majalengka kepada Kerajaan Cirebon, dan Harisnaya juga ditalak oleh Pangeran Girilaya atau Panembahan Ratu

Peristiwa Prabu Geusan Ulun dan Harisbaya adalah peristiwa yang sangat fenomenal. Kekuasaan dan kebesaran Sumedang Larang dan Prabu Geusan Ulun hancur seketika karena cinta.

Prabu Geusan Ulun harus menyelesaikannya dengan peperangan, perjanjian, dan melahirkan kerugian bagi harga diri Sumedang waktu itu. 

 

Cinta Segitiga Geusan Ulun, Panembahan Ratu dan Harisbaya

 

Sebelum terjadinya perang, kedua kerajaan tetangga ini didahului oleh kisah yang amat panjang, yaitu kisah dimana Panembahan Ratu, Geusan Ulun dan Harisbaya masih muda.

 

Ketiganya merupakan murid dari Hadiwijaya (Jaka Tingkir atau Sultan Pajang I), Sunan Gunung Jati yang tak lain merupakan buyut Panembahan Ratu dikisahkan mengirimkan Panembahan Ratu untuk belajar Ketatanegaraan kepada Jaka Tingkir di Pajang.

 

Begitu juga dengan Pangeran Santri, ia juga mengirimkan anaknya Geusan Ulun ke Pajang untuk menuntut ilmu di sana. Geusan Ulun lah yang kelak akan menjadi Raja Besar Sumedang Larang. Sementara Harisbaya sendiri dikatakan sebagai seorang putri dari Madura yang mengabdikan diri di Pajang. 

 

Prestasi Panembahan Ratu di Pajang terlihat begitu gemilang, setelah dirasa cukup mumpuni dalam menguasai ilmu ketatanegaraan, Hadiwijaya menikahkan anak perempuannya Ratu Mas Pajang dengan Panembahan Ratu, tujuannya untuk mengikat tali persaudaraan dengan Kerajaan Cirebon. Kelak ketika Panembahan Ratu menjadi Raja Cirebon Ratu Mas Pajang kemudian dijadikan permaisuri Kerajaan Cirebon

 

Sementara itu, Geusan Ulun ternyata jatuh hati dengan Harisbaya, keduanya saling mencintai di Pajang. Kisah percintaan Geusan Ulun dan Harisbaya kemudian harus berhenti ketika Geusan Ulung harus terpaksa pulang ke Sumedang untuk menjadi Raja menggantikan ayahandanya yang telah wafat. 

Panembahan Ratu dan Geusan Ulun menjadi Raja di wilayahnya masing-masing.

Sementara itu, di Pajang, Harisbaya selalu mengharap menikah dengan Geusan Ulun.

 

Setelah beberapa lamanya waktu, beredar kabar terjadi pemberontakan di Pajang yang dilakukan Sutawijaya, anak Ki Ageng Pamanahan Adipati Mataram.

Pada pertempuran itu, Hadiwijaya meninggal dunia setelah terjatuh dari Gajah tempurnya. Mendapati mertuanya telah meninggal, Panembahan Ratu yang twlah menjadi Sultan Cirebon kemudian menghadiri pemakaman Hadiwijaya di Pajang.

Tahta Pajang setelah wafatnya Hadiwijaya kemudian diserahkan kepada Arya Panggiri, Sikap yang dimunculkan Panembahan Ratu dalam menanggapi pemberontakan Mataram terhadap Pajang, ia mendukung Pajang dibawah Arya Panggiri. 

Atas sikap pro Panembahan Ratu kepada Arya Panggiri maka kemudian Arya Panggiri menghadiahkan murid Hadiwijaya yaitu Harisbaya kepada Penembahan Ratu. 

Setelah peristiwa itu, maka resmilah Harisbaya menjadi istri kedua Panembahan Ratu.

Pernikahan Harisbaya dan Panembahan Ratu Penguasa Cirebon

Pada mulanya perkawinan Panembahan Ratu dengan Harisbaya berjalan lancar, bahkan tidak lama kemudian Harisbaya mengandung anak dari Panembahan Ratu.

Kisah indah tersebut kandas ketika pada suatu waktu Gesun Ulun bersama keempat senopatihnya berkunjung ke Cirebon. 

Dalam kunjungan kenegaraannya, menjadi suatu momen perjumpaan Geusun Ulun dan Harisbaya. Keduanya kembali membangkitkan kembali 'cinta lama kembali bersemi' untuk kedua kalinya. tapi kali ini Harisbaya sudah menjadi istri dari Panembahan Ratu yang tidak lain adalah kawan politiknya sekaligus teman sewaktu berguru di Pajang.

Baca Juga: Sejarah Pangeran Santri dan Islam di Sumedang, Meluasnya Islam dari Sumedanglarang ke Seluruh Tatar Sunda

Harisbaya Bertemu Cinta Lamanya, Geusan Ulun

Harisbaya memohon dengan berlinang air mata agar Geusan Ulun, membawa serta dirinya ke Sumedang, hingga mengancam akan bunuh diri jika permintaannya tidak dituruti.

Pada awalnya Geuran Ulun menolak. Namun karena perasaan cintanya masih bersemayam, ia pun kemudian mendiskusikan dengan Senopatinya Jayaperkasa tentang permintaan Harisbaya. 

Jayaperkasa ia menganjurkan agar Geusan Ulun membawa lari Harisbaya ke Sumedang. Mendapati saran Senopatihnya, ia pun membawa Harisbaya. 

Harisbaya Kabur Dengan Geusan Ulun

Prabu Geusun Ulun bersama senopatihnya kemudian membawa lari Harisbaya, menuju Sumedang. Seluruh penghuni istana bahkan rakyat Cirebon pun kemudian hebot, sebab istri Rajanya dibawa lari Raja dari Kerajaan lain.

Setelah peristiwa memalukan tersebut Panembahan Ratu kemudian mengumumkan perang terhadap Sumedang. Mendapati tantangan dari Cirebon rupanya Sumedang manyambut tantang perang tersebut, tentu dengan alasan demi mendapatkan bagi Harisbaya agar menjadi istrinya

Perang Cirebon Vs Sumedang Larang

Perang kemudian meletus, Cirebon kemudian mengirimkan tentaranya untuk menyerang Sumedang, dengan Patih Jayaperkasa yang sebelumnya memberikan nasihat untuk mambawa kabur Haribaya kini melawan gempuran-gempuran Cirebon. Perang. Dalam perang tersebut Jayaperkasa tewas. 

Kekalahan Sumedang Larang

Selepas meninggalnya Jayaperkasa, juga menjadi kekalahan bagu Sumedanglarang demi meredam permusuhan diantara keduanya maka disepakati kesepakatan damai antara kedua kerajaan tersebut.

Hal tersebut dimungkinkan timbul karena kasadaraan dari pejabat-pejabat tinggi di Kerajaan Sumedang, sebab tidak semuanya para pejabat tinggi Sumedang setuju dengan tindakan Jayaperkasa.

Setelah melakukan beberapa perundingan antar kedua kerajaan Islam Sunda ini, dan Panembahan ratu mengetahui jika Harisbaya lah yang meminta dilarikan. Maka untuk kemudian Panembahan Ratu mencerai kan Harisbaya, akan tetapi imbalan dari talak yang dijatuhkan panembahan Ratu itu harus ditebus oleh Sumedang dengan menyerahkan wilayah Sindangkasih (Kini Kabupaten Majalengka) kedalam kekuasaan Kerajaan Cirebon, Sumedang Larang menyanggupinya.

Untuk mengakhiri peperangan dan permusuhan dengan Cirebon, Geusan Ulun kemudian berjanji bahwa anak Panembahan Ratu yang masih dalam kandungan Harisbaya nantinya akan dijadikan Raja Sumedang setelah sepeninggalnya.

Mendapati keputusan perundingan yang menguntungkan Cirebon itu, maka untuk selanjutnya permusuhan antara kedua Kerajaan Sunda ini kemudian resmi berakhir. Sementara itu, untuk menghindari konflik dengan keluarganya, Geusan Ulun kemudian membagi-bagikan waris kepada anak-anak dari istrinya yang lain berupa pembagian wilayah dan jabatan Adipati di seluruh wilayah kerajaan Sumedang Larang.

Semasa hidupnya, Prabu Geusan Ulun juga diketahui memiliki tiga istri. Pertama, Nyi Mas Cukang Gedeng Waru yang dikaruniai 14 anak, kemudian kedua Nyi Mas Harisbaya dikaruniai 4 anak, dan ketiga Nyi Mas Pasarean dikaruniai 1 anak. 

Bukti-bukti kebesaran Prabu Geusan Ulun ini, sampai sekarang masih tersimpan rapi di Museum Prabu Geusan Ulun, Komplek Keraton Sumedang Larang.

***

Editor: Iswahyudi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah